Banner 468 X 60

Minggu, 05 September 2010

Sejarah Pesantren Qur'an KH. Abdullah Syafi'i

TAMAN AL-QUR’AN DI KOMPLEK WISATA PULO AIR
Pesantren Al-Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie As-Syafi’iyah, semula adalah kawasan wisata Pulo Air milik H. Sukarno (Alm). Tanah seluas 3,3 Ha. Kini telah berkembang menjadi 27 Ha. Alhamdulillah di tanah seluas itu telah dibangun beberapa fasilitas pendidikan modern, mulai dari Taman Kanak-Kanak Islam (TKI) sampai Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI).
PROGRAM UNGGULAN DAN JENJANG PENDIDIKAN
Pesantren Al-Qur’an KH. Abdullah Syafi’ie As-Syafi’iyah Pulo Air Sukabumi kini berusia 18 tahun. Dan memasuki usia 19 tahun, sudah banyak yang dilakukan dalam pendidikan dan pengembangan santri mulai TK, SD dan SMA untuk menjadi generasi Qur’ani yang tafaqquh fiddin. Saat ini pesantren manampung sekitar 540 santri, yang berasal dari seluruh wilayah Tanah Air. Program yang dilaksanakan sebagai berikut :
A. KURIKULER
TK Islam
Dalam mempersiapkan generasi yang islami, dengan meletakkan prinsip-prinsip pendidikan dan agama secara benar ke arah pembentukan sikap, pengembangan pengetahuan dan keterampilan maka program TK mengacu pada Kurikuilum Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006. Secara umum anak masuk SD dan TK Islam As-Syafi’iyah sudah bisa membaca dan menulis, menghafal sebagian juz 30, bacaan shalat, doa-doa serta menghafal mufrodat bahasa Arab sampai 100 kata.
SD Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)
Sejak berdirinya samapai dengan Tahun Pelajaran 2008/2009, telah meluluskan 17 angkatan. Para alumninya berhasil masuk ke SMP favorit di Jakarta dan kota besar lainnya. Sedangkan untuk NEM, terbaik di wilyah I (dari 79 SD dalam 4 kecamatan).
Prestasi lainnya adalah :
  1. Juara 1 Lomba Tata Upacara Bendera Tingkat Kabupaten
  2. Juara 1 Lomba Mengarang Ko. Kabupaten Sukabumi
  3. Juara Umum Lomba Mata Pelajaran Tingkat Kecamatan
  4. Juara 1 Lomba Murid Teladan Tingkat Kecamatan
  5. Juara 2 Futsal se-wilayah II Bogor
  6. Juara 2 Futsal Apresiasi Seni Tingkat Kecamatan
SMP Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)
Pertama dimulai Tahun Pelajaran 1993/1994 untuk memeberi kesempatan bagi lulusan SD Islam As-Syafi’iyah serta sekolah lainnya.
SMP Islam As-Syafi’iyah telah dikembangkan sesuai dengan konsep terpadu, adanya Kelas Cerdas Istimewa dan Bakat Siswa (Akselerasi) bagi santri yang berprestasi, ditambah dengan tiga muatan lokal; Program Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, Program Kepesantrenan / Takhassus, Tilawah serta Program Tahfidzul Qur’an. SMP Islam As-Syafi’iyah saat ini memiliki sekitar 236 siswa dengan berbagai prestasi yang telah dicapai diantaranya :
  • Siswa Teladan Tingkat Jawa Barat
  • NEM Terbaik SMP se-Kab. Sukabumi
  • Juara 1 Olimpiade Bahasa Indonesia Tingkat Propinsi Jawa Barat
  • Satu Regu Putri Peserta Jambore NAsional Pramuka di ABtu Raden, Jawa Tengah
  • Peringkat 1 Seleksi Pembinaan Matematika Kota Sukabumi
  • Juara 1 Seleksi IJSO Jawa Barat
  • Peserta IJSO ke-3 Nasional
SMA Islam As-Syafi’iyah (Terakreditasi A+)
Berangkat dari tuntutan masyarakat yang terus berkembang, Yayasan kembali membuka jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Alhamdulillah SMA Islam As-Syafi’iyah akhirnya bisa terwujud. Pada Tahun Pelajaran 2008/2009 akan dibuka Kelas Akselerasi selama 2 tahun bagi santri yang berprestasi. Alumni SMA, sebagian besar melanjutkan ke UIN, selebihnya ke UI, IPB, UNDIP, UNS, Al Azhar (Mesir), DArul Mustofa (Hadromaut, Yaman), UNPAD<>
Kepesantrenan dan Takhassahus
Lembaga ini menyelenggarakan Paket Diniyah untuk SMP dan SMA. Materi Kepesantrenan menggunakan Kurikulum Khusus Ilmu Agama Islam, sedangkan santri berprestasi diarahkan pada Program Takhasshus, dengan kitab kuning menjadi materi kajian.
B. KO-KURIKULER
  • Program Tahfidzul Qur’an dengan prestasi tertinggi hafal 30 juz
  • Pencak Silat
  • Pengembangan bahasa asing
C. EXTRA KURIKULER
  • Kepramukaan
  • Komputer
  • Olahraga
  • KIR
  • Muhadhoroh
  • Kaligrafi
  • PMR
  • Tilawah
D. JADWAL KEGIATAN RUTIN PESANTREN AL-QUR’AN KH. ABDULLAH SYAFI’IE
03.30 - 04.40
  • Bangun tidur & merapihkan asrama (TK - SMA)
  • Program pengembangan bahasa Inggris dan bahas Arab untuk SMP dan SMA
04.40 - 05.15 :
  • Shalat Shubuh berjamaah Mengulang dan menambah hafalan
05.15 - 06.15 :
  • Pembinaan Al Qur'an dan Tahfidz
06.15 - 07.00 :
  • Mandi dan sarapan pagi
  • Persiapan belajar formal semua lembaga
07.00 - 12.30 :
  • Belajar formal TK - SMA
12.30 - 13.30 :
  • Shalat Dzuhur dan makan siang
13.30 - 15.00 :
  • Istirahat siang (TK dan SD)
13.30 - 16.00
  • Program Kepesantrenan, Tahfidz dan Takhasshus SMP & SMA
15.00 - 15.45 :
  • Shalat Ashar berjamaah
15.45 - 17.45 :
  • Program Diniyah TK & SD
  • Program Komputer & Olahraga SMP dan SMA
17.45 - 19.30 :
  • Shalat Maghrib
  • Pembinaan Al Qur'an dan Tahfidz
  • Shalat Isya'
19.30 - 20.00 :
  • Makan malam
20.00 - 21.00 :
  • Belajar malam
21.00 - 03.30 :
  • Istirahat malam

Sekilas Almarhum KH. Abdullah Syafi'i

KH Abdullah Syafi’ie memang dikenal luas oleh masyarakat. Rumah duka di Kampung Balimatraman ke peristirahatan terakhir di Pesantren Asyafi’iyah, Jatiwaringin, mesin mobil dimatikan. Karena, ribuan pelayat rela untuk saling rebutan mendorongnya sejauh 17 km.
Pada masa Habib Ali Alhabsyi (meninggal September 1968), sang kiai hampir tiap Ahad pagi hadir di majelisnya. Apalagi sang kiai pernah berguru di madrasah Unwanul Walah yang dibangun Habib tahun 1920-an. Habib Ali selalu meminta muridnya itu untuk berpidato di majelis taklimnya di Kwitang.
KH Abdullah Syafi’ie juga pernah berguru pada Habib Alwi Alhadad, seorang yang banyak ilmunya hingga diminta menjadi Mufti Johor oleh pemerintah setempat. Kesultanan Johor memberikan penghargaan besar kepada muftinya itu. Habib Alwi adalah pendiri Daarul Aitam (Panti Asuhan) di Tanah Abang, Jakarta Pusat (1931), yang hingga kini masih berdiri dengan megah. Ia juga penulis Masuknya Islam di Indonesia, yang dijadikan salah satu rujukan dalam seminar di Medan (1953).
Pada peristiwa 52 tahun lalu, saat kampanye Pemilu pertama (September 1955). Bagaimana gagahnya sang kiai memimpin barisahn ketika melewati Jalan Kwitang RayaSadagahnya sang kiai memimpin barisahn ketika melewati Jalan Kwitang Raya — depan toko buku Gunung Agung. Memang, waktu Pemilu 1955, sang kiai berkampanye untuk Partai Masyumi. Karenanya, sampai akhir hayatnya dia sangat dekat dengan Mohamad Natsir, Mr Mohamad Roem, Syafrudin Prawiranegara, Prawoto Mangunpuspito, dan KH Abdulllah Salim.
Bagi KH Abdullah Syafi’i, beda pendapat dalam agama bukan untuk diperdebatkan, apalagi menjadi sumber konflik. Beliau dekat dengan kelompok tradisional yang memang merupakan tema majelis taklimnya. Tapi, ia juga punya hubungan erat dengan tokoh-tokoh pembaharuan.
Meskipun sekolahnya hanya sampai kelas dua SD, tapi ketika ia wafat putra-putrinya ikut mengendalikan perguruan Islam Asyafi’iyah yang memiliki 63 lembaga. Suatu prestasi yang perlu diacungi jempol. Menunjukkan ia punya cita-cita besar untuk memajukan umat Islam Indonesia. Ketika ditanya dari mana dananya, almarhum dengan optimis mengatakan, ”Setiap niat baik dan ikhlas, pasti Allah akan memberikan jalan.”
Melihat pesantrennya yang memiliki ribuan santri dari tingkat SD sampai perguruan tinggi, mungkin sukar dipercaya bahwa untuk mencapainya almarhum merintisnya dari bawah. Kiai yang kental logat Betawi-nya dan dikenal rendah hati ini mulai berdakwah dari kandang sapi. Kemudian, dari kandang sapi dia membangun Masjid Al Barkah yang diresmikan oleh Habib Ali Kwitang (Nopember 1933). Lalu, ia menyediakan tanahnya sendiri yang dibeli dengan uang pribadi.
Bagi KH Abdullah Syafe’ie, perjuangan untuk Islam tidak mengenal akhir. Sebelum wafat, almarhum masih bercita-citakan untuk membangun pesantren Alquran. Rupanya, putra KH Abdul Rasyid ini ingin mewujudkan cita-cita sang ayah. Pada tahun 1970 — 17 tahun lalu, atas wakaf dari pengusaha Restoran Lembur Kuring, H Sukarno, dia mendapatkan hibah tanah seluas 3,3 hektar di Pulau Air, Jl Sukabumi-Cianjur Km 10,
Saat ini pesantren Alquran, mulai dari TK sampai SMA, memiliki tanah seluas 27 hektar. Pesantren yang terletak di atas ketinggian 600 meter di atas permukaan laut itu, kini memiliki lebih dari 700 santri. Pesantren yang juga menyelenggarakan pendidikan umum itu telah mewisuda 15 santri hafal Alquran. Empat diantaranya telah diberangkatkan haji.
Seperti ayahnya, KH Abdul Rasyid AS belum merasa puas atas apa yang telah dimiliki dan diperbuatnya. ”Saya bercita-cita pesantren ini menjadi tempat pengkaderan ulama,” katanya.
Dia juga bercita-cita membangun sebuah universitas Islam berbobot di Pulau Air, serta mendirikan rumah sakit Islam di lereng pegunungan yang sejuk itu. Kini siaran radionya makin berkembang dengan adanya AM 792 Radio Asyafi’iyah dan 95,5 RASfm — keduanya di Jakarta. Selain itu, juga Radio Suara Pulau Air FM 89,5. ”Khaul walid nanti akan disiarkan langsung oleh ketiga radio tersebut,” katanya.
(Alwi Shahab )

KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi'i


Tidak Mau Dipusingkan Masalah Furu’iyah

“Dalam situasi sekarang ini, ketika gempuran dan serangan dari musuh-musuh Islam makin besar, tidak ada jalan lain, umat Islam harus bersatu. Pegang teguh ukhuwah Islamiah,” ujar adik kandung Hj. Tuti Alawiyah ini, penuh harap.


Minggu, 4 September 2005, atau 1 Syakban 1426 Hijriah, puluhan ribu umat Islam dari berbagai daerah memadati sebuah pondok pesantren di kawasan Pulo Air, Sukabumi. Dengan khusyuk, hadirin melantunkan surah Ya-Sin, tahlil, dan doa, dipimpin oleh seorang pria paruh baya. Seminggu sebelumnya, 28 Agustus 2005, bertempat di Masjid Al-Barkah, Jakarta Selatan, ratusan jemaah juga berkumpul untuk tujuan dan acara yang sama.
Dua acara tersebut diadakan untuk memperingati haul ulama besar dan mubalig Betawi yang kondang pada periode tahun ’60 hingga ‘80-an, K.H. Abdullah Syafi’ie. Sang mualim wafat pada tangal 3 September 1985, setelah mendirikan 33 lembaga pendidikan, 19 lembaga dakwah, dan 11 lembaga sosial. Perguruan Asyafi’iyah sendiri ketika itu memiliki lebih dari 700 santriwan dan santriwati.
Pembacaan surah Ya-Sin dan tahlil dalam acara haul tersebut dipimpin oleh putra kedua bersaudara sang mualim, yang kini meneruskan jejak langkahnya mengajar dan berdakwah, K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie. Selesai memimpin majelis taklim yang berlangsung selama dua jam, dengan beberapa penceramah, K.H. Abdul Rasyid A.S. kemudian membagi-bagikan sedekah kepada lebih dari 100 anak dan orang tua dari daerah sekitarnya.
Setengah jam sebelum acara berakhir, anak-anak dan beberapa orang tua telah mengantre dengan tertib di depan halaman Masjid Al-Barakah. Sambil membacakan selawat, masing-masing anak mendapat uang Rp 1.000 dan orang tua Rp 2.000. Kegiatan di dua majelis taklim itu, sebagaimana juga kegiatan majelis taklim khusus untuk kaum ibu tiap Kamis pagi, disiarkan oleh Radio Asyafi’iyah dan Radio Alaikas Salam, Jakarta, dan Radio Pulo Air di Sukabumi, tiga stasiun radio milik yayasan Asyafi’iyah.
Sementara di kediamannya, yang jaraknya sekitar 50 meter dari masjid, telah menunggu beberapa orang, sejumlah kaum duafa yang kemudian diberi uang oleh Pak Kiai, beberapa orang yang bermaksud minta didoakan, termasuk seorang tua yang tengah menderita stroke, dan sejumlah kiai yang datang dari berbagai tempat di ibu kota, menyampaikan undangan kepadanya untuk memberikan siraman rohani.
Seperti juga ayahnya, K.H. Abdul Rasyid tampaknya sibuk dalam kegiatan dakwah. ”Saya hari Jumat (26/8-20005) jadi khatib di Masjid Al-Riyad Kwitang, yang dibangun oleh Habib Ali Kwitang,” kata ayah tujuh anak dari buah perkawinannya dengan Hj. Azizah binti Aziz ini dengan bersemangat.
Di hari yang sama, di lantai dua kediamannya, berkumpul 56 orang calon jemaah haji ONH Biasa yang akan diberangkatkan pada musim haji mendatang. Mereka adalah anggota rombongan jemaah Ar-Rasyidiah, yang akan dipimpin sendiri oleh K.H. Abdul Rasyid dan istrinya. Ar-Rasyidiah adalah kelompok jemah haji plus yang bernaung di bawah biro perjalanan hajinya yang telah berdiri sejak tahun 1989. “Lebih dari 2.000 jemaah yang telah berangkat haji melalui Ar-Rasyidiah,” kata kiai kelahiran Jakarta, 30 November 1942, ini.

Semula Restoran
Tak pernah terbayangkan di benak K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie untuk membangun Pesantren Al-Quran di daerah Sukabumi. Ini bermula dari ajakan H. Soekarno (alm.), koleganya yang mempunyai rumah makan Sunda di Sukabumi, untuk mengunjungi salah satu tempat usahanya di kota tersebut sekitar tahun 1987.
“H. Soekarno mengajak saya untuk pergi ke Sukabumi, mampir di tempat usahanya, yakni Restoran Nikmat. Letak persisnya di Jalan Raya Cianjur-Sukabumi Kilometer 10, atau lebih tepatnya Kampung Pulo Air, Sukabumi,” kenang K.H. Abdul Rasyid Syafi’ie mengawali cerita tentang awal mula berdirinya pondok pesantren yang kini ia kelola.
Setelah menikmati pemandangan yang indah dan menu restoran yang nikmat, keduanya mengelilingi area kolam ikan dan restoran yang luasnya kira-kira tiga hektare. H. Soekarno menunjukkan batas-batas tanah yang dimilikinya itu.
“Di sebuah balai-balai, ia mengajak berbincang sebentar. Kemudian ia menyerahkan seluruh bangunan beserta asetnya. Beliau bilang, ‘Tempat ini saya serahkan pada Saudara, buatlah pesantren yang baik’,” kata K.H. Abdul Rasyid menirukan H. Soekarno, kala itu. “Dengan niat bismillahirahmanirrahim, seraya menyerahkan diri pada Allah SWT, saya menerima tawaran H. Soekarno.”
Ketika itu H. Soekarno yang baru saja menjalani operasi jantung di Australia pun menangis. “Ia terharu setelah mewakafkan tanahnya tersebut. Saat itu usianya sudah lanjut, 70-an,” kata K.H. Abdul Rasyid. Memang tak berapa lama setelah peristiwa bersejarah itu, pengusaha restoran yang berasal dari Ciamis dan banyak tinggal di Sukabumi itu pun wafat.
K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie, yang telah menerima amanah dari H. Soekarno, pun dengan bersunguh-sungguh mengemban amanah yang telah diterimanya itu. “Saya mondar-mandir Jakarta-Sukabumi selama satu tahun untuk mewujudkan pondok pesantren,” tutur K.H. Abdul Rasyid.
Perlahan, dengan niat mensyiarkan Islam agar lebih luas dan maju, Kiai Abdul Rasyid pun kemudian menyulap Restoran Nikmat itu menjadi bangunan Pondok Pesantren Al-Quran. Dalam waktu setahun, 1989-1990, sembilan lokal bangunan pesantren pun berhasil dibangun, dan dinamakan Pesantren Al-Quran K.H. Abdullah Syafi’ie. ”Semula pesantren ini diniatkan untuk anak-anak SD, yang pada awalnya masih berjumlah sekitar 17 anak,” ujarnya.
Lambat laun, minat masyarakat untuk menitipkan anaknya ke Pesantren Al-Quran pun semakin besar. Mereka berbondong-bondong menitipkan anaknya ke pondok pesantren tersebut. Hingga kini pesantren yang tanahnya telah berkembang menjadi sekitar 28 hektare ini telah menampung hampir sekitar 500 santri. Terakhir, Pesantren Al-Quran K.H. Abdullah Syafi’ie telah meluluskan 15 santri yang hafal Quran. Selain mendapat gemblengan pelajaran agama, para santri juga mendapat materi umum melalui program pendidikan TK sampai SMA.
Sejak kecil hingga dewasa, K.H. Abdur Rasyid banyak belajar agama di pendidikan tinggi Islam As-Syafi’iyah milik sang ayahanda. Praktis, ia banyak dididik langsung oleh sang ayahanda, yang kemudian meninggalkan kesan yang sangat mendalam.
“Keikhlasannya dan semangatnya tinggi di dalam menegakkan kalimat Allah dan menyampaikan ilmu sebagai amanah dari Allah SWT. Almarhum juga sangat bersemangat mencanangkan umat untuk lebih mencintai Al-Quran sebagai mukjizat terbesar dari nabi kita Muhammad SAW,” komentar K.H. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’ie mengenai sosok sang ayah.
Selain berkiprah di Pondok Al-Quran Sukabumi, ia juga masih sempat mengelola Majelis Taklim Al-Barakah yang ada di Jln. Al-Barkah, Tebet, Jakarta Selatan.

Kitab Kuning
Pengajian di As-Syafi’iyah banyak menggunakan kitab kuning, termasuk kitab karangan Habib Abdullah Al-Haddad, yang banyak digunakan di kalangan habaib. Demikian juga pengajiannya selalu diisi dengan Maulid Barjanji. Tapi ini tidak menyebabkan dia menjauhkan diri dari kelompok lain. Dia sekarang menjadi ketua umum KISDI (Komite Internasional untuk Solidaritas Dunia Islam), yang anggotanya sejumlah organisasi Islam di Indonesia. Bahkan dia juga telah diangkat sebagai pembina Dewan Dakwah Islam Indonesia, yang didirikan oleh almarhum H. Mohamad Natsir tahun 1970-an.
“Saya ini meneruskan kiprah almarhum ayah. Ayah saya berteman baik dengan tokoh-tokoh Masyumi, seperti Mohamad Natsir, Mohamad Roem, Prawoto, dan Syafrudin Prawiranegara,” kata K.H. Abdul Rasyid, yang, meniru jejak ayahnya, tidak mau dipusingkan dengan masalah furu’iyah, perbedaan pendapat dalam masalah fikih. “Dalam situasi sekarang ini, ketika gempuran dan serangan dari musuh-musuh Islam makin besar, tidak ada jalan lain, umat Islam harus bersatu. Pegang teguh ukhuwah Islamiah,” ujar adik kandung Hj. Tuti Alawiyah ini, penuh harap.
Di samping bersatu, dia juga mengingatkan agar umat Islam tidak melupakan kewajiban untuk menuntut ilmu, seperti yang banyak dianjurkan Al-Quran dan hadis Nabi SAW. Tanpa itu, jangan mimpi umat Islam akan bangkit.
Ditanya tentang kesan-kesannya terhadap generasi muda Islam, dia menyatakan, di satu pihak para pemuda-pemudinya bangkit, tapi di pihak lain kita prihatin, karena banyak di antara mereka yang terbius oleh arus kebudayaan asing, Barat. Hal ini bertambah gawat, karena pornografi, pornoaksi, mistik, dan takhayul ditayangkan secara luas oleh media.
Dari tujuh anaknya, enam orang sudah menikah. Dalam regenerasi di As-Syafi’iyah, “Saya libatkan mereka, baik di pengajian majelis taklim, pesantren di Pulo Air, maupun di tiga siaran radio yang dikelola Asyafi’iyah.”
Tapi keinginannya untuk meningkatan dakwah dan kesejahteraan umat tidak berhenti. Di Pulo Air Sukabumi, katanya, ada tanah 28 hektare yang akan dibangun Universitas K.H. Abdullah Syafi’ie. Dan masih ada cita-cita luhur lainnya, ingin mendirikan rumah sakit Islam di Sukabumi. “Doakan, insya Allah cita-cita ini akan direstui Allah SWT.”

Profil Pendiri As-syafi'iyah

Headline 3

Headline 4

Headline 5

Subcribe

Sign up and receive for eNews & Updates post direct to your email.
download free blogger template everyday download free blogger template everyday download free blogger template everyday download free blogger template everyday

My Video